Selasa, 28 Februari 2012

Karena Dakwah Nafas Kehidupan..

Mekkah bergolak, dada para pembesar Quraisy sesak. Betapa tidak ?!.. da’wah Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam sama sekali tidak bergoyah, meski seujung kuku. Jusrtu semakin kukuh, kokoh mengakar dan terus tumbuh. Segala macam bentuk kekerasan telah dicoba diterapkan namun hasilnya buntu. Haluan harus dirubah, perlu ada tawaran yang wah !!.. yaitu iming-iming gemerlap dunia yang mewah. Lalu meluncurlah kalimat itu dari mulut kafir Quraisy :

”jika dengan da’wahmu ini semua, engkau menginginkan kekayaan, kami akan mengumpulkan kekayaan kami hingga engkau menjadi orang yang paling kaya diantara kami. Jika dengan da’wahmu ini semua, engkau menginginkan kehormatan, maka kami akan jadikan engkau pemimpin kami. Jika engkau menginginkan menjadi raja, kami akan mengangkatmu menjadi raja kami. Jika yang engkau alami adalah karena faktor jin yang tidak mampu engkau usir, kami akan mengeluarkan seluruh kekayaan kami sebagai biaya untuk mencari dokter hingga engkau sembuh darinya.” (Siroh Nabawiyah, Ibnu Hisyam).

Kalimat lugas pun muncul dari lisan Rasulullah salallahu ’alaihi wasallam ” demi Alloh, sekali-kali aku tidak akan meninggalkan da’wahku, seandainya matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku, aku bersumpah tidak akan meninggalkan da’wah ini !!... (Siroh Nabawiyyah, Ibnu Hisyam)

Jawaban yang rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam sampaikan kepada sang paman begitu jelas terang benderang akan arti da’wah bagi kehidupan. Da’wah adalah nafas kehidupan, benar-benar tak tergantikan. Da’wah tidak bisa ditukar dengan kekayaan, kehormatan, apalagi sekedar logika-logika politik NARSIS tentang kemaslahatan.

Di waktu yang lain, setelah merasakan berbagai siksaan dan penderitaan yang dilancarkan kaum Quraisy, Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam berangkat ke Thaif berharap agar mereka (penduduk Thaif) dapat menerima ajaran yang dibawanya dari Alloh. Namun tak dinyana, bangsa arab yang terkenal memuliakan tamu, tiba-tiba beringas terhadap pelaku da’wah. Para pembesar Thaif tidak sekedar menolak, bahkan mengejek dan menghina. Rakyat jelatanya tak jauh beda, mengusir Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam, lalu anak-anak dan para budak Thaif, melempari Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam dengan batu hingga berdarah-darah.

Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam kemudian meninggalkan Thaif dan mencari tempat yang aman. Di lokasi itu, Rasul berdo’a ”Ya Alloh, aku mengadukan kepadamu lemahnya kekuatanku, dan sedikitnya daya upayaku pada pandangan manusia. Wahai Yang Maha Pengasih, Engkaulah Tuhan orang yang merasa lemah, dan Engkaulah Tuhanku. Kepada siapakah Engkau serahkan diriku, kepada musuh yang akan menguasaiku atau kepada keluargaku yang Engkau berikan segala urusanku. Tiada suatu keberatan asalkan tetap dalam ridho-Mu. Afiat-Mu lebih berharga bagiku. Aku berlindung kepada-Mu dengan nur Wajah-Mu, yang menyinari segala kegelapan, dan yang memperbaiki urusan dunia dan akhirat, dari turunnya murka-Mu atas ku atau turunnya azab-Mu atasku. Kepada Engkaulah kuadukan, hingga Engkau ridho, tiada daya dan upaya melainkan dengan-Mu”

Demikian sedihnya do’a nabi salallahu ’alaihi wasallam yang dipanjatkan kepada Alloh. Kemudian Alloh mengutus Jibril untuk menyampaikan bahwa Alloh ’Azza wa jalla menerima do’anya. ”Wahai Muhammad ! sesungguhnya Alloh telah mendengar apa yang dikatakan bani Tsaqif serta jawaban mereka atas ajakkanmu. Bersamaku ini adalah malaikat penjaga bukit yang diutus Alloh untukmu. Maka perintahkanlah apasaja yang engkau kehendaki. Seandainya engkau ingin menghimpit bukit Abu Qubais dan bukit Ahmar kepada mereka, niscaya dia akan melakukannya ! ”.

Malaikat itu pun datang dan memberi salam kepada Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam seraya berkata, ”Apapun yang engkau perintahkan, akan kulaksanakan, kalau engkau mau, saya akan benturkan kedua gunung diantara kota ini, sehingga siapapun yang tinggal diantara keduanya akan mati terhimpit, jika tidak apapun hukuman yang engkau perintahkan, saya siap melaksanakannya segera !..”

Lelah yang sangat luar biasa dan sakit dari luka akibat lemparan batu masih dirasakan oleh beliau. Namun Rasul menolak tawaran malaikat penjaga bukit. Dengan sifat kasihnya beliau berkata : ”Walaupun mereka memolak Islam, saya berharap dengan kehendak Alloh, mudah-mudahan keturunan mereka pada suatu saat nanti akan menyembah Alloh dan beribadah hanya kepada-Nya” . di riwayat yang lain beliau malah mendo’akan : ”Allohummahdii qauimii fainnahum laa ya’lamuun” (Yaa Alloh, berikanlah hidayah kepada kaumku ini, karena mereka masih juga belum paham tentang arti islam).

Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam telah membuat blueprint untuk kita semua dalam menghadapi perlakuan orang-orang yang zholim. Bukan dengan logika bom untuk meledakkan sebagian ummat ini. Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam saja yang ditawari lebih dari sekedar bom untuk membinasakan musuh da’wah yang telah menoreh luka hingga berdarah-darah. Namun beliau menolak, dan tetap berharap da’wah bisa tetap masuk meski menunggu generasi berikutnya.

Pandangan beliau selalu tertuju pada masa depan da’wah. Yang menjadi standar beliau adalah kemanfaatan untuk Dien ini. Melihat manfaatnya da’wah ke depan dan didasarkan atas rasa kasih sayang yang sangat besar kepada ummat, beliau berharap dari kota Thaif akan lahir suatu generasi robbani, generasi yang akan membela dien-Nya.

Tegas sekali rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam dalam mempertahankan kaidah jalan da’wah ini. Maka apa yang dilakukan oleh rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam ini kemudian memberikan pengaruh yang sangat melekat di hati dan sanubari para sahabat beliau. Semangat da’wah telah memasuki relung hati terdalam mereka. Ketika baju perang disandingkan dan dua pasukan telah saling berhadapan, naluri da’wah mereka, membuat mereka masih saja menawarkan tiga opsi : masuk islam, bayar jizyah atau perang.

Hidayah ada dengan mengikuti jalan rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam. Alloh ’azza wa jalla telah menegaskan :

katakanlah : hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Alloh kepada kalian semua, yaitu Alloh yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kepada Alloh dan rasul-Nya. Nabi yang ummi yang beriman kepada Alloh dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk. ” (QS. Al-’Araf : 158)

Ayat ini berisi perintah mengikuti rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam dalam segala hal. Sebagai konsekuensi iman kita kepada Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam, dalam menerima Islam yang diterangkan dalam al-Qur’an dan sunnah secara utuh. Mengikuti Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam dalam masalah tauhid dan iman serta implementasinya dalam da’wah. Ketegasan dalam kebenaran, hak dan bathil, halal dan haram, tapi lembut dalam tutur kata dan sikap.

Bekal kita bukan tongkat Musa ’alaihissalam yang mampu membelah laut Merah, atau kapak nabi Ibrahim ’alaihissalam yang mampu melumat batu. Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam membekali kita dengan al-qur’an yang dengan itu kita berda’wah. Jangan pernah dilupa, da’wah pernah membuat musuh yang menyerang, esok harinya tiba-tiba datang sebagai pembela. Da’wah pernah membuat laut Merah mengijinkan pejuang da’wah berjalan di atasnya. Da’wah pernah membuat seekor singa afrika tidak jadi melumat malah tunduk pada juru da’wah. Sungguh da’wah adalah keajaiban tanpa batas. Da’wah membuat segalanya menjadi mungkin. Dan satu-satunya hal yang mustahil pada da’wah adalah kata ”tak mungkin” . da’wah adalah perhiasan yang menjuntai di dada kaum optimis. Tentu mereka adalah manusia seperti yang lain dengan segala keterbatasannya, namun mereka memiliki Alloh yang ,mampu menerbitkan matahari dari tempat tenggelamnya.

Da’wah bukan sekedar meluangkan sedikit waktu, menyisakan sejumput kesempatan, ataupun kerja sampingan. Da’wah adalah segalanya, segala waktu, segala kesempatan, segala kerja harus dikerahkan untuk da’wah. Apabila kita mengaku cinta kepada rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam, mengaku sebagai pengikutnya, mengaku beriman kepadanya, da’wah adalah medan pembuktiannya. Sungguh, karena da’wah adalah nafas kehidupan !!!...

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.