This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 28 Februari 2012

Karena Dakwah Nafas Kehidupan..

Mekkah bergolak, dada para pembesar Quraisy sesak. Betapa tidak ?!.. da’wah Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam sama sekali tidak bergoyah, meski seujung kuku. Jusrtu semakin kukuh, kokoh mengakar dan terus tumbuh. Segala macam bentuk kekerasan telah dicoba diterapkan namun hasilnya buntu. Haluan harus dirubah, perlu ada tawaran yang wah !!.. yaitu iming-iming gemerlap dunia yang mewah. Lalu meluncurlah kalimat itu dari mulut kafir Quraisy :

”jika dengan da’wahmu ini semua, engkau menginginkan kekayaan, kami akan mengumpulkan kekayaan kami hingga engkau menjadi orang yang paling kaya diantara kami. Jika dengan da’wahmu ini semua, engkau menginginkan kehormatan, maka kami akan jadikan engkau pemimpin kami. Jika engkau menginginkan menjadi raja, kami akan mengangkatmu menjadi raja kami. Jika yang engkau alami adalah karena faktor jin yang tidak mampu engkau usir, kami akan mengeluarkan seluruh kekayaan kami sebagai biaya untuk mencari dokter hingga engkau sembuh darinya.” (Siroh Nabawiyah, Ibnu Hisyam).

Kalimat lugas pun muncul dari lisan Rasulullah salallahu ’alaihi wasallam ” demi Alloh, sekali-kali aku tidak akan meninggalkan da’wahku, seandainya matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku, aku bersumpah tidak akan meninggalkan da’wah ini !!... (Siroh Nabawiyyah, Ibnu Hisyam)

Jawaban yang rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam sampaikan kepada sang paman begitu jelas terang benderang akan arti da’wah bagi kehidupan. Da’wah adalah nafas kehidupan, benar-benar tak tergantikan. Da’wah tidak bisa ditukar dengan kekayaan, kehormatan, apalagi sekedar logika-logika politik NARSIS tentang kemaslahatan.

Di waktu yang lain, setelah merasakan berbagai siksaan dan penderitaan yang dilancarkan kaum Quraisy, Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam berangkat ke Thaif berharap agar mereka (penduduk Thaif) dapat menerima ajaran yang dibawanya dari Alloh. Namun tak dinyana, bangsa arab yang terkenal memuliakan tamu, tiba-tiba beringas terhadap pelaku da’wah. Para pembesar Thaif tidak sekedar menolak, bahkan mengejek dan menghina. Rakyat jelatanya tak jauh beda, mengusir Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam, lalu anak-anak dan para budak Thaif, melempari Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam dengan batu hingga berdarah-darah.

Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam kemudian meninggalkan Thaif dan mencari tempat yang aman. Di lokasi itu, Rasul berdo’a ”Ya Alloh, aku mengadukan kepadamu lemahnya kekuatanku, dan sedikitnya daya upayaku pada pandangan manusia. Wahai Yang Maha Pengasih, Engkaulah Tuhan orang yang merasa lemah, dan Engkaulah Tuhanku. Kepada siapakah Engkau serahkan diriku, kepada musuh yang akan menguasaiku atau kepada keluargaku yang Engkau berikan segala urusanku. Tiada suatu keberatan asalkan tetap dalam ridho-Mu. Afiat-Mu lebih berharga bagiku. Aku berlindung kepada-Mu dengan nur Wajah-Mu, yang menyinari segala kegelapan, dan yang memperbaiki urusan dunia dan akhirat, dari turunnya murka-Mu atas ku atau turunnya azab-Mu atasku. Kepada Engkaulah kuadukan, hingga Engkau ridho, tiada daya dan upaya melainkan dengan-Mu”

Demikian sedihnya do’a nabi salallahu ’alaihi wasallam yang dipanjatkan kepada Alloh. Kemudian Alloh mengutus Jibril untuk menyampaikan bahwa Alloh ’Azza wa jalla menerima do’anya. ”Wahai Muhammad ! sesungguhnya Alloh telah mendengar apa yang dikatakan bani Tsaqif serta jawaban mereka atas ajakkanmu. Bersamaku ini adalah malaikat penjaga bukit yang diutus Alloh untukmu. Maka perintahkanlah apasaja yang engkau kehendaki. Seandainya engkau ingin menghimpit bukit Abu Qubais dan bukit Ahmar kepada mereka, niscaya dia akan melakukannya ! ”.

Malaikat itu pun datang dan memberi salam kepada Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam seraya berkata, ”Apapun yang engkau perintahkan, akan kulaksanakan, kalau engkau mau, saya akan benturkan kedua gunung diantara kota ini, sehingga siapapun yang tinggal diantara keduanya akan mati terhimpit, jika tidak apapun hukuman yang engkau perintahkan, saya siap melaksanakannya segera !..”

Lelah yang sangat luar biasa dan sakit dari luka akibat lemparan batu masih dirasakan oleh beliau. Namun Rasul menolak tawaran malaikat penjaga bukit. Dengan sifat kasihnya beliau berkata : ”Walaupun mereka memolak Islam, saya berharap dengan kehendak Alloh, mudah-mudahan keturunan mereka pada suatu saat nanti akan menyembah Alloh dan beribadah hanya kepada-Nya” . di riwayat yang lain beliau malah mendo’akan : ”Allohummahdii qauimii fainnahum laa ya’lamuun” (Yaa Alloh, berikanlah hidayah kepada kaumku ini, karena mereka masih juga belum paham tentang arti islam).

Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam telah membuat blueprint untuk kita semua dalam menghadapi perlakuan orang-orang yang zholim. Bukan dengan logika bom untuk meledakkan sebagian ummat ini. Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam saja yang ditawari lebih dari sekedar bom untuk membinasakan musuh da’wah yang telah menoreh luka hingga berdarah-darah. Namun beliau menolak, dan tetap berharap da’wah bisa tetap masuk meski menunggu generasi berikutnya.

Pandangan beliau selalu tertuju pada masa depan da’wah. Yang menjadi standar beliau adalah kemanfaatan untuk Dien ini. Melihat manfaatnya da’wah ke depan dan didasarkan atas rasa kasih sayang yang sangat besar kepada ummat, beliau berharap dari kota Thaif akan lahir suatu generasi robbani, generasi yang akan membela dien-Nya.

Tegas sekali rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam dalam mempertahankan kaidah jalan da’wah ini. Maka apa yang dilakukan oleh rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam ini kemudian memberikan pengaruh yang sangat melekat di hati dan sanubari para sahabat beliau. Semangat da’wah telah memasuki relung hati terdalam mereka. Ketika baju perang disandingkan dan dua pasukan telah saling berhadapan, naluri da’wah mereka, membuat mereka masih saja menawarkan tiga opsi : masuk islam, bayar jizyah atau perang.

Hidayah ada dengan mengikuti jalan rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam. Alloh ’azza wa jalla telah menegaskan :

katakanlah : hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Alloh kepada kalian semua, yaitu Alloh yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kepada Alloh dan rasul-Nya. Nabi yang ummi yang beriman kepada Alloh dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk. ” (QS. Al-’Araf : 158)

Ayat ini berisi perintah mengikuti rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam dalam segala hal. Sebagai konsekuensi iman kita kepada Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam, dalam menerima Islam yang diterangkan dalam al-Qur’an dan sunnah secara utuh. Mengikuti Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam dalam masalah tauhid dan iman serta implementasinya dalam da’wah. Ketegasan dalam kebenaran, hak dan bathil, halal dan haram, tapi lembut dalam tutur kata dan sikap.

Bekal kita bukan tongkat Musa ’alaihissalam yang mampu membelah laut Merah, atau kapak nabi Ibrahim ’alaihissalam yang mampu melumat batu. Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam membekali kita dengan al-qur’an yang dengan itu kita berda’wah. Jangan pernah dilupa, da’wah pernah membuat musuh yang menyerang, esok harinya tiba-tiba datang sebagai pembela. Da’wah pernah membuat laut Merah mengijinkan pejuang da’wah berjalan di atasnya. Da’wah pernah membuat seekor singa afrika tidak jadi melumat malah tunduk pada juru da’wah. Sungguh da’wah adalah keajaiban tanpa batas. Da’wah membuat segalanya menjadi mungkin. Dan satu-satunya hal yang mustahil pada da’wah adalah kata ”tak mungkin” . da’wah adalah perhiasan yang menjuntai di dada kaum optimis. Tentu mereka adalah manusia seperti yang lain dengan segala keterbatasannya, namun mereka memiliki Alloh yang ,mampu menerbitkan matahari dari tempat tenggelamnya.

Da’wah bukan sekedar meluangkan sedikit waktu, menyisakan sejumput kesempatan, ataupun kerja sampingan. Da’wah adalah segalanya, segala waktu, segala kesempatan, segala kerja harus dikerahkan untuk da’wah. Apabila kita mengaku cinta kepada rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam, mengaku sebagai pengikutnya, mengaku beriman kepadanya, da’wah adalah medan pembuktiannya. Sungguh, karena da’wah adalah nafas kehidupan !!!...

Manis, Harum dan Lembut

Persaudaraan adalah mu’jizat, wadah yang saling berikatan. Dengannya Alloh persatukan hati-hati berserakan saling bersaudara, saling merendah lagi memahami, saling mencintai, dan saling berlembut hati

(Sayyid Quthb)

Di perjalanan, pemuda itu terbiasa mengajak bicara siapapun yang berdiri di dekatnya ataupun duduk di sebelahnya. Setelah itu tergantung lawan bicara ; jika mereka merasa nyaman, dia akan mengerahkan kemampuannya berakrab-akrab. Dia akan hanyut bersama mereka dalam pembicaraan yang mengasyikkan. Namun jika yang disapa merasa terganggu, dia akan kembali mengakrabi buku yang telah dia siapkan. Sebelum meletakkan tas di ruang penyimpanan atas, dia tak pernah lupa membuka tas punggungnya, mengeluarkan sebuah buku dan melemparnya ke kursi. Setelah itu duduk.

Hari itu, yang duduk disampingnya dalam penerbangan Jakarta-Singapura tampak tak biasa. Seorang ibu. Sudah cukup sepuh dengan keriput wajah mulai menggelayut. Kerudungnya kusut. Sandalnya jepit sederhana. Dan dalam pandangan si pemuda, beliau tampak agak udik. Tenaga kerjakah ? setua ini..

Tetapi begitu si pemuda menyapa, si ibu tersenyum padanya dan tampaklah raut muka yang sumringah dan merdeka. Sekilas, garis-garis ketuaan di wajahnya menjelma menjadi semburat cahaya kebijaksanaan. Si pemuda takjub.

“ibu hendak ke mana ?” tanyanya sambil trsenyum ta’zhim. “Singapura Nak,” senyum sang ibu bersahaja.

“Akan bekerja atau…?”

“Bukan Nak. Anak ibu yang nomor dua bekerja di sana. Ini mau nengok cucu. Kebetulan menantu Ibu baru saja melahirkan putra kedua mereka.”

Si pemuda sudah merasa tak enak atas pertanyaannya barusan. Kini dia mencoba lebih berhati-hati.

”Oh, Putra Ibu sudah lama bekerja di sana ?”

Alhamdulillah, lumayan. Sekarang katanya sudah jadi Permanent Resident begitu. Ibu juga ngga’ ngerti apa maksudnya, he he... Yang jelas disana jadi arsitek. Tukang gambar gedung.”

Si pemuda tertegun. Arsitek? Permanent Resident di Singapura? Hebat..

”Oh putra ibu ada berapa?”

Alhamdulillah Nak, ada empat. Yang di Singapura ini, yang nomor dua. Yang nomor tiga sudah tugas jadi dokter bedah di jakarta. Yang nomor empat sedang ambil S2 di jerman. Dia dapat beasiswa.”

”Masya Alloh. Luar biasa. Alangkah bahagianya menjadi ibu dari putra-putra yang sukses. Saya kagum sekali pada ibu yang berhasil mendidik anak,” si pemuda mengerjapkan mata dan mendecakkan lidah.

Si ibu mengangguk-angguk dan berulangkali berucap ”alhamdulillah.” Lirih. Matanya berkaca-kaca.

”Oh iya, maaf Bu,... Bagaimana dengan putra Ibu yang pertama?”

Si ibu menundukkan kepala. Sejenak tangannya memain-mainkan sabuk keselamatan yang terpasang di pinggang. Lalu dia tatap lekat-lekat si pemuda. ”Dia tinggal di kampung Nak, bersama ibu. Dia bertani, meneruskan menggarap secuil sawah peniggalan bapaknya.” Si ibu diam. Beliau menghela nafas panjang, menegakkan kepala. Tapi kemudian menggeleng, menerawang ke arah jendela sambil mengulum senyum yang entah apa artinya. Si pemuda menyesal telah bertanya. Betul-betul menyesal. Dia ikut prihatin.

”Maaf Bu, kalau pertanyaan saya menyinggung ibu. Ibu mungkin jadi sedih karena tidak bisa membanggakan putra pertama Ibu sebagaimana putra-putra Ibu yang lain.”

Oh tidak Nak. Bukan begitu!” si ibu cepat-cepat menatap tajam namun lembut pada si pemuda. ”Ibu justru sangat bangga pada putra pertama ibu itu. Sangat-sangat bangga. Sangat-sangat bangga !!.. ” si ibu menepuk-nepuk pundak si pemuda dengan berbinar seolah dialah sang putra pertama.

”Ibu bangga sekali padanya, karena dialah yang rela membanting tulang dan menguras tenaga untuk membiayai sekolah adik-adiknya. Bahkan dialah yang senantiasa mendorong, menasehati, dan mengirimi surat penyemangat saat mereka merantau. Tanpa dia, adik-adiknya tak kan mungkin jadi seperti sekarang ini!” sang ibu terisak.

Sunyi. Tak ada kata. Pemuda itu mengambil sapu tangan. Genangan di matanya tumpah...

***

Dari kisah di atas muncul sekelumit kesadaran bahwa kita memang kurang dapat menjadikan keimanan kita berdayaguna. Sebuah kisah yang menginsyafkan bahwa yang dinanti oleh dunia dari pohon iman kita adalah rasa buahnya, semetara kita telah sekian lama hanya membanggakan akar yang teguh, pokok yang kokoh, dan reranting yang menjulang di langit sejarah. Selama ini, rasa buah dari pohon iman kita mungkin belum menyapa mulut-mulut yang kehausan, perut-perut yang kelaparan, dan tubuh-tubuh yang lunglai yang merindukan gizi kemanfaatan.

Orang mu’min itu, tulis Ibnu Katsir dalam Tafsiirul Qur’anil ’Azhiim, ”Bagaikan sebuah pohon yang berbuah setiap waktu. Pada musim panas maupun dingin, pada malam hari juga pada siangnya. Demikianlah seorang mu’min yang senantiasa diangkat amal baiknya sepanjang malam dan selama siang di tiap detik, tiap kejap, tiap saat. Dengan izin Robbnya, yakni secara sempurna, baik, banyak, bagus, dan penuh keberkahan.”

Alloh berfirman : ”Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Alloh telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik? Akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan rasa buahnya pada setiap musim dengan seizin-Nya. Alloh membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat” (Q.S. Ibrahim: 24-25)

Ampuni kami Ya Robbi, jika selama ini kami lalai dari memperhatikan hakikat ini..

Ayat ini berbicara pada kita dengan pilihan kata ”ukul (rasa)”, dan bukannya ”tsamarat (buah)”. Memberikan bukan sekedar buah, namun apa yang terasa lezat dan nikmat dari buah itu. Rasa. ”Tu’ti ukulaha, memberikan rasa buahnya di tiap musim dengan izin Robb-nya.” keimanan yang berdayaguna adalah soal menyuapkan lezatnya rasa buah dari pohon iman kita. Tanpa henti, tanpa jeda, dengan rasa terbaik yang kita hasilkan dari tumbuh dan mekarnya pohon iman kita.

Seperti kisah si ibu tua dan sang pemuda. Rasa buah dan pohon iman kita seharusnya adalah kemanfaatan setinggi-tingginya bagi saudara-saudara kita. Iya, berprestasi sebagai arsitek, menjadi dokter bedah, dan belajar di luar negeri sungguhlah sesuatu yang amat tinggi nilainya di mata dunia. Tetapi mungkin itu sekedar cabang yang menjulang tinggi di langit. Indah. Agung. Menakjubkan. Mempesona. Tetapi semua kementerengan profesi dan status itu dikalahkan nilainya oleh seorang petani yang sederhana yang tinggal di kampung sunyi.

Karena berkat kerja keras sang petani-lah segala kemegahan itu dicapai. Sebab atas dorongan dan bimbingannyalah semua keberhasilan itu tergapai. Dia yang telah memerah rasa ternikmat dari cinta tulusnya pada keluarga dan mempersembahkannya demi kebermaknaan adik-adiknya. Cinta dan kasihnya berbuah. Rasanya Manis, baunya Harum, teksturnya Lembut.

Sang kakak, sang petani, telah mengajarkan kita hakikat cinta yang berbuah nikmat. Rasanya manis, aromanya harum, sentuhannya lembut. Dengan itulah dia suburkan cabang dan ranting dari jiwa-jiwa saudara-saudaranya agar menjulang menggapai langit. Persaudaraannya dengan adik-adiknya adalah persaudaraan darah. Ikatan mereka ikatan nasab.

Dan pertanyaannya sekarang adalah, sangguplah kita yang merasa bahwa persaudaraan kita ini atas dasar aqidah, atas dasar iman, mengunggulinya dalam menyuapkan rasa lezat buah keyakinan ???...

Jawabannya harus ya.., karena kita terlanjur berkata bahwa ikatan persaudaraan ini lebih tinggi dari pertautan rahim dan pertalian darah. Jawabannya harus ya.., sebab kita mengambil bahannya bukan dari bumi yang sesak dan sempit. Jawabannya harus ya.., karena kita akan mengambil racikan cintanya dari bentangan langit nan tak terbatas.

Senin, 27 Februari 2012

Tafsir Fi Zhilal Al-Quran : JIDDYYAH ( KESERIUSAN)

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ (16) لَوْ أَرَدْنَا أَنْ نَتَّخِذَ لَهْوًا لَاتَّخَذْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا إِنْ كُنَّا فَاعِلِينَ (17) بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ وَلَكُمُ الْوَيْلُ مِمَّا تَصِفُونَ (18)

“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main (16) Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan (istri dan anak), tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Kami tidak melakukannya (17). Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya).” (16-18)

Allah Subhanah menciptakan alam semesta ini dengan hikmah (wisdom), bukan untuk main-main dan sendau-gurau. Allah mengendalikannya dengan hikmah, bukan dengan serampangan dan menurut nafsu. Dan dengan keseriusan seperti saat menciptakan langit dan bumi beserta apa-apa yang ada di antara keduanya itu, (dengan keseriusan yang sama) Allah mengutus para Rasul, menurunkan kitab-kitab, menetapkan berbagai kewajiban, dan menggariskan tugas-tugas. Jadi, keseriusan merupakan perkara fundamental pada watak alam semesta ini. Baik dalam aturannya, atau akidah yang dikehendaki Allah bagi manusia, atau hisab yang diberlakukan pada mereka sesudah mati.

Seandainya Allah Subhanah berkehendak menjadikan suatu permainan, maka Allah pasti mewujudkan permainan itu dari sisi-Nya. Sebuah permainan yang sifatnya subyektif atau personal, dan tidak terkait dengan makhluk yang baru dan fana.

Ini hanya sekedar asumsi dialektis: “Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan (istri dan anak), tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami..” (17) Kata law (sekiranya)—menurut para ahli gramatika Arab—merupakan kata yang mengindikasikan kemustahilan suatu hal karena kemustahilan hal lain. Ia menunjukkan kemustahilan akibat dikarenakan sebabnya kemustahilan. Maksudnya, Allah mustahil ingin membuat suatu permainan, maka mustahil ada permainan, baik dari sisi-Nya, atau dari sesuatu di luar diri-Nya.

Permainan itu tidak akan ada karena Allah Subhanah sejak awal tidak menginginkannya, dan tidak mengarahkan kehendak-Nya terhadap permainan sama sekali: “Kami tidak melakukannya.” (17) Lafazh in adalah partikel negatif dengan arti ma (tidak). Kalimat ini menunjukkan tiadanya kehendak untuk melakukan hal tersebut sejak awal.

Ini hanya sekedar asumsi dialektika untuk menetapkan suatu hakikat yang abstrak. Yaitu bahwa segala sesuatu yang terkait dengan Dzat Allah Subhanah itu qadim (abadi masa lalu) bukan baru, dan baqa (abadi masa depan) bukan fana. Seandainya Allah Subhanah berkehendak menjadikan permainan, maka permainan itu bukan sesuatu yang baru, dan tidak terkait dengan sesuatu yang baru seperti langit dan bumi beserta apa-apa yang di antara keduanya, karena seluruhnya adalah baru. Melainkan permainan yang sifatnya dzat dari sisi Allah Subhanah, sehingga permainan tersebut bersifat azali (abadi masa lalu) lagi baqa (abadi masa depan), karena ia terkait dengan Dzat azali lagi baqa.

Tetapi, undang-undang yang telah ditetapkan dan sunnah yang berlaku kosntan tidak menghendaki permainan, melainkan yang ada adalah keseriusan dan kebenaran, sehingga kebenaran yang mendasar itu mengalahkan kebatilan yang sifatnya aksidental:

“Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya..”

Kata bal (sebenarnya) di sini untuk peralihan dari pembicaraan tentang tema permainan kepada pembicaraan tentang realitas yang mantap, sunnah berlaku padanya, dan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Yaitu menangnya kebenaran dan hancurnya kebatilan.

Ungkapan ini melukiskan sunnah dalam bentuk yang konkret, hidup, dan bergerak. Seolah-olah kebenaran itu adalah ketapel di tangan kekuasaan yang digunakannya untuk melempar kebatilan sehingga pecah! Maka, ia pun lenyap dan musnah.

Inilah sunnah yang telah mantap, karena kebenaran merupakan unsur orisinil dalam watak alam semesta, dan sesuatu yang mengakar dalam pembentukan wujud. Sementara kebatilan itu terhapus dari esensinya alam semesta ini secara mendasar, bersifat insidental, tidak memiliki orisinalitas di dalamnya, tidak memiliki kekuasaan, disingkirkan Allah, dan dilempar-Nya dengan kebenaran sehingga hancur. Tidak ada sesuatu yang bisa bertahan manakala Allah telah menyingkirkannya, dan tidak ada kehidupan bagi sesuatu yang dilempar tangan Allah hingga hancur!

Terkadang manusia berimajinasi bahwa realitas kehidupan itu berlawanan dengan hakikat yang ditetapkan Tuhan yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal ini. Hal itu terjadi dalam beberapa waktu dimana kebatilan tampak menggelembung seolah-olah ia menang, dan kebenaran tampak tersingkir seolah-olah kalah. Semua itu terjadi hanya sesaat, dimana Allah membiarkan apa yang dikehendaki-Nya itu untuk ujian dan cobaan. Kemudian, berlakulah sunnah yang azali dan baqa yang menjadi fondasi berdirinya langit dan bumi, serta menjadi fondasi seluurh akidah dan dakwah.

Orang-orang yang beriman kepada Allah itu hatinya tidak terasuki keraguan terhadap kebenaran janji-Nya, terhadap orisinitas kebenaran dalam bangunan dan sistem alam semesta ini, dan terhadap keunggulan kebenaran yang dilemparkan pada kebatilan lalu kebenaran itu menghancurkannya. Apabila Allah menguji mereka dengan kemenangan kebatilan untuk sementara waktu, maka mereka mengetahui bahwa itu adalah fitnah, memahami bahwa itu adalah ujian, dan merasa bahwa Tuhan mereka sedang membina mereka, karena dalam diri mereka ada kelemahan atau kekurangan.

Allah ingin menyiapkan mereka untuk menyambut kebenaran yang pasti menang dan menjadikan mereka sebagai tabir kekuasaan. Karena itu, Allah membiarkan mereka melewati masa ujian untuk menyempurnakan kekurangan dan menerapi kelemahan dalam diri mereka. Manakala mereka memperoleh kesembuhan dengan cepat, maka Allah memperpendek masa ujian dan merealisasikan apa yang dikehendaki-Nya melalui tangan mereka. Sedangkan kesudahannya telah ditetapkan: “Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap..” (18) Allah melakukan apa yang dikehendaki-Nya.

Demikianlah, al-Qur’an al-Karim menetapkan hakikat tersebut bagi orang-orang musyrik yang berkata tidak sepantasnya terhadap al-Qur’an dan terhadap Rasul saw, serta menyebutnya sebagai sihir, syair, dan rekayasa. Itulah kebenaran yang menang dan menghancurkan kebatilan, maka kebatilan itu pun lenyap. Kemudian, al-Qur’an al-Karim mengulas ketetapan terebut dengan peringatan kepada mereka akan akibat dari ucapan mereka, “Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya).” (18)

Kemudian konteks surat memaparkan kepada mereka satu contoh di antara contoh-contoh ketaatan dan ibadah, berbanding terbalik dengan maksiat dan sikap berpaling mereka. Sebuah contoh dari makhluk yang lebih dekat kepada Allah daripada mereka. Meski demikian, mereka tetap taat dan beribadah kepada-Nya, tidak pernah jemu, dan tidak pernah jemu dan tidak pernah kurang dari batas.

“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (19-20)

Tidak ada yang mengetahui penghuni langit dan bumi selain Allah, dan tidak ada yang menghingga mereka selain Allah. Pengetahuan manusia tidak bisa memastikan selain keberadaan manusia.

Orang-orang mukmin meyakini keberadaan para malaikat dan jin hanya karena keduanya disebut di dalam al-Qur’an. Tetapi, kita tidak mengetahui tentang mereka kecuali yang diberitakan Pencipta mereka. Bisa jadi ada makhluk berakal di selain planet bumi ini, dengan watak dan bentuk yang sesuai dengan watak planet-planet tersebut. Dan pengetahuan tentang hal tersebut ada pada Allah.

Apabila kita membaca ayat, “Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi..” maka kita mengetahui apa yang kita tahu dari mereka, dan kita serahkan pengetahuan tentang yang tidak kita tahu kepada Pencipta langit dan bumi beserta penghuninya.

Pemahaman yang paling dekat terhadap lafazh wa man ‘indahu (dan siapa-siapa yang ada di sisi-Nya) adalah para malaikat. Tetapi, kami tidak membatasinya selama nash ini bersifat umum dan mencakup para malaikat dan selain mereka. Dan dari nash dipahami bahwa mereka itulah yang paling dekat dengan Allah. Jadi, kata ‘inda (di sisi) bagi Allah itu bukan berarti tempat dan tidak membatasinya sama sekali.

“Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya..” seperti keangkuhan orang-orang musyrik, “dan tiada (pula) merasa letih”, maksudnya teledor dalam ibadah. Karena kehidupan mereka seluruhnya diisi dengan ibadah dan tasbih pada siang dan malam, tanpa berhenti dan tanpa jeda.

Manusia bisa menjadikan kehidupan mereka seluruhnya sebagai ibadah tanpa putus untuk bertasbih dan ta’abbud seperti para malaikat, karena Islam menganggap setiap gerak dan nafas adalah ibadah apabila diorientasikan pelakunya kepada Allah, meskipun berupa kesenangan pribadi dengan perkara-perkara yang baik dalam kehidupan!

Bagai Unta yang Tak Ditambatkan...

Oleh Mukti Amini (eramuslim.com)

Indah sekali mengenang masa itu.
Saat matahari masih malu-malu menampakkan wajahnya, usai sholat subuh langsung kupaksa membawa badanku bergelayutan di bis Mayasari 57. Dari Rawamangun, mengejar jam 05.30 harus sudah sampai di Masjid Al-Hikmah Jl Bangka. Sepekan 3 kali, mengikuti LTQ. Perjalanan yang berulang, 3,5 tahun lamanya, 1993-1997.

Seperti biasa, aku berdiri penuh sesak di dalam bis, dengan macam2 aroma keringat bercampur minyak wangi. Sambil tangan kanan berpegangan kursi agar badan tidak oleng, pikiran harus tetap konsentrasi dengan mulut komat-kamit mengulang-ulang hafalan yang akan disetorkan sebentar lagi. Sesekali terpaksa juga aku membuka contekan dari Quran saku di tangan kiri. Huff, tak boleh tak hapal! Ketemu ustadz sebentar lagi, jika hapalan tak lancar atau kurang dari 2 halaman, siap-siaplah disuruh balik kanan. Hiks .. (sudah jauh2 naik bis berdesakan dari rawamangun-mampang, masak suruh balik tanpa setor hapalan? No way!)

Lain waktu, saat tiap hari kurasakan waktu pagi serasa berlari-lari, terpaksa kuubah jadwal LTQ. Memaksakan diri setor hafalan sore hari menjelang senja, sepulang kuliah dirosah yang juga sepekan 3 kali. Pyuhh, ini jauh lebih berrraaat. Terlalu banyak polusi yang meracuni hati dan menyedot energi. Pagi-pagi sudah harus kuliah di kampus rawamangun, tepat jam 11.30 berlari-lari mengejar bus kota mayasari 57 menuju jl bangka, buru-buru makan siang & sholat dzuhur. Makan serasa gak dikunyah, langsung telan saja saking buru-burunya. Lalu langsung masuk kelas di ma’had sampai jam 16. Lalu buru-buru lagi sholat ashar dan setengah berlari menuju masjid. Sejenak mengatur nafas, dan siap-siap setoran hafalan di depan ustadz yang sudah menunggu.

Kadang, ustad bertanya sebelum aku sempat membuka mulut menyetorkan hafalanku, “Mau berapa lembar?”
Dengan malu2 kujawab, ”Cuma 1 halaman ustadz, afwan”
Kata ustad lagi, “Kalau begitu, lancarkan lagi saja dulu. Buat setoran lusa ya, langsung 3 lembar!”
Wuaaa, setoran hafalanku yang sudah di ujung mulut, terpaksa kutelan lagi. Huff, beginilah kalau pecah konsentrasi. Siapa suruh setoran sore2, saat energi sudah hampir habis dan pikiran sulit diajak kompromi?

Hiks.. hiks, pulang selepas maghrib ke rawamangun dengan rasa nelangsa. Merasa sia-sia. Gontai aku melangkah. Esok lusa tak boleh begini lagi!

Terus, bagaimana caranya agar tak ditolak lagi hafalanku? Aha! Nemu ide. Kurayu teman sekamar di kos2an untuk sama2 mendaftar LTQ. Alhamdulillah, meski berbeda semester (karena dia baru mendaftar), lumayanlah jadi dapet sparing partner untuk muroja’ah bersama atau saling simak hafalan. Selepas subuh, atau menjelang tidur malam, adalah waktu-waktu istimewa di kamarku, untuk saling menyimak hafalan. Kadang saking terhanyutnya, malah jadi nangis berdua. Hik… hiks….

Lalu, cara apa lagi ya?
Hmm, supaya badan tak terlalu capek, aku kadang memilih mengungsi ke kos2an teman2 yang ikut LTQ. Rumah kontrakan bersahaja dari grup IMADO, teman2 dari kampus ‘lama’, yang lalu berkumpul mengontrak bersama di Jln Bangka. Inilah rumah keduaku. Dengan lokasi dekat masjid Al-Hikmah dan hampir seluruh penghuni kost ikut LTQ, suasana sangat terkondisi untuk saling cek hapalan. Meski akhirnya aku harus rela pagi2 buta selepas subuh berkejaran dengan matahari untuk ke rawamangun lagi, kuliah dulu.Yah gakpapalah, dari pada sudah datang menghadap ustadz tapi cuma disuruh pulang :(

Ustad memang punya cara jitu, untuk 'memaksakan' berbagai kebaikan padaku. Untuk laporan tilawah harian, kadang sudah ditandatanganinya laporan akhir bulan dan ditulis di situ ‘khatam’ dalam bahasa arab. Tinggal aku yang terbirit-birit, mengejar supaya bisa khatam Quran tiap akhir bulan. Padahal kan kalau perempuan kepotong hari-hari ‘larangan’ juga, yang buatku cukup panjang masanya. Jadi, otomatis sehari harus tilawah lebih dari 1 juz kalau tak mau ditegur ustadz pas akhir bulan. Hmm, cerdik juga nih usdtadz :)

Ustadz juga dengan baik hati rela merekamkan murottal Al-Mathrud 30 juz dalam 30 kaset, semata agar hafalanku bisa terbantu dengan banyak menyimak. Waktu itu , memang pilihan kaset-kaset murottal belum sebanyak sekarang. Kalau pun ada, harganya masih sangat mahal untuk ukuran kocek mahasiswa S1 seperti aku, yang harus hidup mandiri tanpa kiriman wesel dari ortu di tengah kerasnya hidup di ibukota. Jadi, lebih baik beli kaset kosong lalu direkam sendiri, akan jauh lebih murah jatuh harganya. Saking inginnya punya koleksi murottal Qur’an 30 juz, kalau pas ke toko buku Islam dan melihat paket murottal dalam tas besar, sambil ngiler aku iseng bergumam, “Nanti kalau ada ikhwah yg melamar aku, aku mau minta mahar paket kaset murottal ini saja," Hihihi :P

Ustadz juga dengan baik hati sampai memberikan ancer-ancer toko tempat untuk membeli tape recorder saku yang murah di glodog, agar tape itu dapat kubawa kemana-mana untuk menyimak hafalan. Setelah kesampaian beli tape itu, memang terasa jauh lebih efektif untuk mengulang hafalan. Setidaknya jika pikiranku sudah letih dan mulutku sudah capek komat-kamit, maka gilirannya telingaku bekerja untuk menyimak ayat-ayat itu. Di mana saja... di dalam bis, sambil ngobrol degn teman2, tape itu bisa kusembunyikan di saku dan aku bisa menyambi menyimak Qur’an (sst, kadang juga kusetel pas kuliah, terutama kalau doseenya membuat aku ngantuk. Hihi, nakal ya?). Kadang juga kusetel sambil tiduran, sampai tanpa sadar tertidur pulas dengan ear phone masih menempel di telinga. Kalau sekarang, tentu lebih praktis lagi ya, ada MP4? Harusnya aku tetap bisa menyimak hafalan anytime dengan MP4-ku. Huh, dasar semangatnya aja ni yang sudah melempem, terlalu banyak godaan yang menyilaukan. Badan serasa robot dikejar2 kerjaan tiada henti. Astaghfirul-Lah…

Jika sedang ke LTQ, kadang, saat menunggu waktu setoran hafalan di masjid, aku iri melihat kelompok khusus anak-anak, dengan jilbab mungil mereka. Sambil menghafal, mereka tetap ceria. Kadang malah sambil main bekel dengan tangan kanan, dan tangan kiri memegang Quran saku. Sebagian anak itu juga main berkejar-kejaran dengan teman-temannya, namun tak lama kemudian duduk khusyu' mengulang hafalan. Kadang mereka menghafal sambil bercanda, sambil saling colak-colek, tetapi kulihat mulut mereka tetap komat-kamit mengulang hafalan.

Duhai, apakah anak-anakku nanti dapat seperti mereka? Apakah aku sebagai ibunya dapat mengajarkan hafalan Quran dengan mudah pada anak-anakku? Hiks, mungkin aku sangat terlambat, baru setelah segede begini ikut LTQ. Saat otak sudah serasa berkarat. Hafal sekarang, besok lupa lagi. Menambah hafalan yang baru, hafalan yang lama berantakan lagi :(

Dan kini, serasa makin terseok-seok saja langkahku menjaga hafalanku. Aduh, ibu macam apa aku ini? Bagaimana aku berharap anak-anak dapat menjadi hafidz Quran jika ibunya saja tak memberikan contoh yang baik? Bagaimana jika saatnya kuminta mereka menghafal surat tertentu dan hafalanku sudah berantakan untuk surat yang itu, lalu mereka berkata, “Ah, ibu saja gak hapal. Masak aku harus hapal?”

Duh, Rabbi… ampuni aku. Dulu aku sangat bersemangat ikut LTQ, semata-mata membayangkan bahwa aku harus punya anak-anak yang menjadi penghapal Quran! Seperti anak2 bu Wiwik, kesepuluh anak yang menjadi para bintang Al-Quran itu. Mereka anak-anak yang kukenal cukup baik dan sangat membuatku terobsesi untuk kelak saat menikah dan memiliki anak nanti, aku bisa seperti keluarga yang penuh barokah itu

Hiks.. tapi, apa kenyataannya kini? Kok jadi berantakan begini hafalanku?
Merenungi hafalanku kini, tak terasa, air mata ku pun titik :(




Sungguh aku rindu
menghafal dan mengulang-ulang ayatMu
melingkar khusyu’ bersama teman-teman
melewati malam-malam syahdu
mendengung-dengung laksana lebah

Sungguh aku ingin
bisa memaksakan diri seperti dulu
mengulang hafalan tiap malam
hingga kadang tanpa terasa
mata telah terpejam
dengan Qur’an saku dalam dekapan

Rabbi
sungguh ingin kueja alif-ba-ta Mu
selancar dan seghirah dulu

Rabbi
ampuni aku
karna hafalanku kini
beterbangan entah kemana
tak utuh lagi
tak jelas lagi

Rabbi
berikan aku kekuatan
mengumpulkan kembali
remah-remah hafalanku
yang berserakan
Jangan biarkan hafalanku
berlari kencang
bagai unta yang tak ditambatkan

SHUBUH..!!

Seorang teman berkata kepada saya, “sebenarnya saya sudah tahu kapan harus sholat shubuh. Sayangnya, mustahil bagi saya untuk bangun pada saat itu. Anda tidak tahu bagaimana kondisi saya. Kondisi fsik saya tidak mengizinkan. Tuntutan pekerjaan juga tidak memungkinkan. Situasi rumah dan minimnya penghasilan tidak bisa membantu. Bukahkah Alloh seperti yang anda ketahui- Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ? Tentunya akan mentolerir keadaan saya ini dan mengampuni anda?...

Saya-pun menanggapi kata-katanya tersebut, “perkataan bahwa ‘Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’ adalah perkataan yang benar. Namun dalam hal ini kamu gunakan untuk maksud yang keliru. Itu sama saja dengan membuka pintu masuk lebar-lebar bagi setan. Bila Alloh mengampuni setiap manusia yang jujur dan manusia yang pendusta, orang taat dan orang bermaksiat, orang yang cinta akan syariat-Nya dan orang yang tidak suka, lantas apa gunanya amal?!... Dan, untuk apa orang yang taat kepada Alloh menekan dan memaksa hawa nafsunya, sehingga ia harus bangun di pagi buta yang begitu dingin untuk pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat shubuh ???...

Memang, Alloh Pengampun lagi Penyayang, mengampuni dosa siapa yang memohon ampun kepada-Nya. Akan tetapi, kata-kata saja tidak cukup. Kesungguhan memohon ampun harus dibuktikan dengan amal. Cobalah teman-teman renungi firman Alloh ’azza wa jalla :

”Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi yang bertaubat, beriman, beramal sholih, kemudian tetap di jalan yang benar” (Q.S. Thoha : 82)

Tidak semua manusia mendapatkan ampunan dari Alloh ’azza wa jalla. Syaratnya ia harus bertaubat secara sungguh-sungguh, keimanan yang benar, amal sholih, dan mengikuti petunjuk Alloh ’aza wa jalla.

Penyebutan sifat Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang seringkali disertai pula dengan sifat lain yang mengandung makna hukuman dan pahala, atau balasan yang melanggar atau tidak mematuhi syariat-Nya.

”Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Akulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya adzab-Ku adalah adzab yang sangat pedih”. (Q.S. Al-Hijr : 49-50)

Ungkapan ”kemustahilan”pada kehidupan seseorang untuk melaksanakan sholat shubuh pada waktunya, sebenarnya masih bisa didiskusikan.

wallahu'alam...

Semoga yang sedikit ini dapat bermanfaat